TINJAUAN TEORITIS
1.1 Konsep Dasar
1.1.1 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. (Barbara, E 1998 )
Fraktur Femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada bagian kaput, kolum atau trakhanterik femur yang terkena ( Brunner & Suddarth, 2001)
Fraktur/ patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang/ tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Doengoes, E. Marilyin, 2000)
1.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini ia menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan fibra. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung
1 |
Pada dasar leher dari tulang ada dua garis yang menghubungkan trokhanter mayor dan minor yaitu garis intertrokhanter di depan, dan kista intertrokhanter di sebelah belakang. Yang terakhir ditandai oleh sebuah tuberkel dari lubang yaitu kwadratum di pertengahan panjangnya. Batang femur berbentuk silinder, halur dan bundar di depan dan di sisinya. Melengkung ke depan dan belakangnya ada belebas yang sangat jelas disebut linea aspera, tempat kaitan sejumlah otot diantaranya adduktor dari paha.(Peace, Evelyn :1999)
Fisiologi
Fungsi tulang :
a. Menahan seluruh bagian-bagian bagan supaya jangan rubuh
b. Tempat melekatnya otot dan untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
c. Tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah
d. Memberi bentuk pada bangunan tubuh
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium dan posfor
(Anatomi dan Fisiologi, Syaifuddin )
Klasifikasi tulang:
a. Berdasarkan bentuknya
- Tulang panjang, bentuknya panjang seperti pipa contoh: tulang humerus, tulang tibia, tulang femur
- Tulang pendek, bentuknya pendek dan tidak teratur, contoh: tulang vertebra
- Tulang pipih, bentuknya lebar tetapi tipis, contoh: tulang wajah.
b. Berdasarkan strukturnya
- Jaringan tulang muda yaitu jaringan yang lebih dekat dari jaringan ikat biasa, sel-selnya disebut kondrosit dan sel yang masih muda disebut kondroblas.
- Jaringan tulang keras. Bersifat sangat keras, tidak dapat dipotong dengan pisau karena banyak mengandung zat kapur.
1.1.3 Etiologi
a. Trauma
1) Langsung : Kecelakaan lalu lintas
2) Tidak Langsung : Jatuh dari Ketinggian
b. Patologi : Adanya kelainan pada tulang seperti infeksi pada
tulang dan tumor tulang
c. Degenerasi : Terjadi karena proses kemunduran fisiologis dan
jaringan tulang itu sendiri seperti osteoporosis
d. Spontan : Terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat
(Suddarth, & Brunner, 2001)
1.1.4 Tanda dan Gejala
a. Tampak pembengkakan di femur
b. Nyeri tekan dan sakit ketika digerakkan
c. Deformitas
d. Krepitasi
e. Fungsileosa (gangguan fungsi)
f. Spasme otot
g. Tanda dan gejala lain
1) Kehilangan sensori
2) Mobilitas yang abnormal
3) Hypovolemik shock
h. Pemendekan ekstremitas
(A. Mansjoer, 2000)
1.1.5 Komplikasi Fraktur terbagi atas
a. Komplikasi segera
1) Kerusakan arteri dapat berupa terputusnya arteri, spasme arteri, penekanan arteri dan trombosisi arteri
2) Sindrom kompertemen dibentuk oleh otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dan dibungkus oleh membran fibrosa. Kompartemen adalah ruangan yang tertutup. Karena adanya trauma, edema, perdarahan menyebabkan tekanan pada otot, saraf dan pembuluh darah. Kompartemen sindrom adalah nyeri istemik yang tidak dapat hilang dengan narkotika
3) Embili lemak, jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang fatal dan menyebabkan kematian sebesar 20 % dari seluruh kematian akibat fraktur. Emboli berasal dari lemak sumsum tulang dan jaringan lemak. Kemudian melalui robekan vena masuk ke sirkulasi vena paru-paru, bersama lemak globules melewati kapiler paru masuk ke sirkulasi sistemik dan menuju ke otak, ginjal, jantung dan kulit
4) Infeksi sebagai akibat dari kontaminasi fraktur terbuka
5) Syock, fraktur dapat merusak pembuluh darah, resiko terjadi pada tulang femur dan tulang pelvis.
b. Komplikasi lanjut
1) Mal union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang terbentuk angulasi, rotasi, kependekan.
2) Delay union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan
3) Non Union apabila fraktur tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsiliasi
(Brunner and Suddarth, 2002)
1.1.6 Patofisiologi
Fraktur terjadi karena disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), adanya kelainana pada tulang (seperti infeksi pada tulang dan tumor tulang), degenerasi akibat proses kemunduran fisiologis dan jaringan tulang tiu sendiri, spontan yang terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat. Ketika sebuah tekanan mengenai tulang dan kekuatan tersebut tidak dapat diabsorbsi oleh tulang, tendon dan otot maka terjadi fraktur. Pada saat tulang fraktur periosteum dan pembuluh darah di kortex, sumsum tulang dan jaringan lunak sekitar menjadi rusak. Perdarahan terjadi dari ujung yang rusak dan dari jaringan lunak sekitar (otot). Kemudian hematom terbentuk dalam medullary canal, antara ujung daerah fraktur dan dibawah periosteum. Jaringan tulang dengan segera mendekatkan kepada daerah tulang yang mati. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon imflmasi ditandai dengan vaso dilatasi, eksudasi plasma, lekositosis dan infiltrasi dari sel darah putih kemudian mengakibatkan penekanan saraf dan otot yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman, nyeri pada seseorang dan juga terjadinya spasme otot yang dapat menimbulkan kontraktur sehingga akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan gangguan integritas pada kulit.
1.1.7
Degenerasi (proses kemunduran fisiologis) |
1.1.8
Akibat pukulan langsung |
Trauma (langsung, tidak langsung |
Spontan |
Luka |
Perdarahan |
Hipovolemia |
Putus |
Reseptor nyeri |
Deformitas krepitasi pemendekan ekstremitas |
Terbuka |
Tertutup |
Hemation |
Tulang sensori |
MK : Defisit volume cairan |
Nyeri |
MK : Resti infeksi |
Vasodilatasi aksudat plasma dan migrasi leukosit |
Inflamasi |
Bengkak |
Penekanan saraf dan otot |
Spasme otot |
Kontraktur/ mobilitas |
MK : Gangguan Mobilitas fisiik Gangguan integritas kulit |
MK : Gangguan rasa nyaman, nyeri |
Parestesia (kesemutan) |
Kontraktur |
MK : Gangguan Mobilitas fisiik Gangguan integritas kulit |
Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi |
Patologi (kelainan pada tulang) |
Jaringan lunak |
Pembuluh Darah |
Serabut Saraf |
Perostium |
Kortek tuang |
Sumber : Prince, Silvia. 1995 : 2 Patofisiologi, WOC : Jakarta : EGC
1.1.8 Jenis-Jenis Fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur
1) Simple fraktur : Hanya terdapat satu garis fraktur
2) Multiple fraktur : Terdapat lebih dari satu garis fraktur
3) Comminute fraktur : Terjadi banyak garis fraktur yang banyak
fragmen kecil yang terlepas.
b. Menurut garis fraktur
1) Fraktur inkomplit : Tulang tidak terpotong secara total atau hanya
sebagian tulang retak
2) Fraktur komplit : Tulang terpotong secara total
3) Hair line fraktur : Garis tulang hampir tidak tampak sehingga bentuk
tulang tidak ada perubahan.
Jenis khusus fraktur :
a. Greenstick, yaitu fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi yang lainnya membengkak
b. Transversal, yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang
c. Oblik, yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal)
d. Spiral, yaitu fraktur memutar seputar batang tulang
e. Kominutif, yaitu fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Depresi, yaitu fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi ada tulang tengkorak dan tulang wajah)
g. Kompresi, yaitu fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
h. Patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastatis tulang, tumor)
i. Avulse, yaitu tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya
j. Epifisial, yaitu fraktur melalui epifisis
k. Inpaksi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
(Brunner and Suddarth, 2001)
c. Menurut bentuk fragmen
1) Fragmen transfersal : Bentuk fragmen melintang
2) Fragmen obtigue : Bentuk fragmen miring
3) Fragmen spiral : Bentuk fragmen melingkar
d. Menurut hubungan dengan dunia luar
1) Fraktur terbuka : Fragmen tulang sampai menembus kulit
2) Fraktur tertutup : Fragmen tulang tidak menembus kulit
(Reeves. L.J.dkk, 2001)
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma yaitu
- Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya
- Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan sub cutan
- Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam/pembengkakan yang nyata dari ancaman sindroma kompartemen.
- Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
Macam-macam fraktur berdasarkan lokasi:
a. Fraktur klavikula
Merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu.
b. Fraktur kolum humeri
Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum maupun sirurgikum humeri. Kolum anatomikum humeri terletak tepat di bawah kaput humeri. Kolum sirurgikum humeri terletak di bawah tuberkulum.
c. Fraktur batang humerus
Paling sering disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur transversal, oblik atau kominutif. Gaya memutar tidak langsung yang menghasilkan fraktur spiral.
d. Fraktur pada siku
Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi) atau hantaman langsung.
e. Fraktur radius dan ulna
Fraktur kaput radi, sering terjadi biasanya akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. Fraktur batang radius dan ulna, fraktur pada batang lengan bawah biasanya terjadi pada anak-anak. Baik radius maupun ulna dapat mengalami patah pada setiap ketinggian
f. Fraktur pergelangan tangan
Fraktus radial distal (fraktus colles) merupakan fraktur yang sering terjadi dan biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifeksi terbuka
g. Fraktur Tangan
Trauma tangan sering memerlukan pembedahan rekonstruksi ekstensif.
Tujuan penanganan adalah selalu mengembalikan fungsi maksimal tangan.
h. Fraktur pelvis
Tulang sacrum, ilium, pubis dan iskium yang mem.bentuk tulang pelvis, yang merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan kendaraan bennotor atau cedera remuk
i. Fraktur pinggul
Ada dua tipe utama fraktur pinggul : Fraktur intrakapsuler adalah fraktur kolum femur. Fraktur ekstrakapsuler adalah fraktur daerah trokhanterik (antara basis kolum dan trankhanter minor femur) dan daerah subtrankhanterik
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma
b. Skan tulang, tomogram, skan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur ; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi atau menurun perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Pengingkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin klirens ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera hati
Penatalaksanaan :
Rekognisi (Perawatan Pre OP)
Merupakan tahap pengkajian pada penegakan diagnosa fraktur, meliputi pengkajian riwayat pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik (X-Ray, CT Scan dan psikososial).
Perawatan Post Op
a. Reduksi
Adalah tindakan memperbaiki kesegarisan tulang. Reduksi dibagi menjadi 2 yaitu : Reduksi terbuka dan reduksi tertutup. Reduksi terbuka merupakan tindakan mereposisi tulang dengan tindakan pembedahan. Sedangkan reduksi tertutup adalah tindakan mereposisi tulang tanpa tindakan pembedahan.
b. Retensi
Adalah tindakan mengimmobilisasi fragmen tulang yang fraktur retensi / fiksasi terbagi menjadi fiksasi internal dan ekstemal. Fiksasi internal contohnya plate screw, nail, wire, prosthesis. Fiksasi eksternal contohnya gips, ekstemal fixator.
c. Rehabilitasi
Tujuan dari fase ini adalah mengembalikan tulang pada fungsi semula. Kegiatan yang dilakukan pada fase ini adalah ROM pasif atau aktif. Penguatan otot dan juga proses penyembuhan fraktur.
(Sylvia A. Price, dkk. 2000)
Prinsip Perawatan Fraktur
1. Immobilisasi (mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
2. Reposisi (mengembalikan posisi patah tulang ke posisi semula)
Penatalaksanaan Medis
a. Pembidaian
Bagian yang sakit harus dimobilisasi dengan menggunakan bidai pada tampak yang pada luka sebelum memindahkan klien, pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi kemungkinan adanya komplikasi seperti sindrom emboli lemak.
b. Gips
Pemberian gips merupakan perawatan utama, setelah reduksi tertutup dalam perbaikan fraktur yang melewati sendi di atas dan di bawah yang bertujuan untuk mempertahankan posisi fragmen fraktur.
c. Traksi
Merupakan upaya yang menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan imobilisasi fragmen tulang, mengendorkan spasme otot dan memperbaiki kontraktur sendi, kelainan bentuk dan dislokasi.
(Reeves. C.J. dkk, 2001)
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka:
a. Pembersihan luka yaitu perlu dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang vital dan bersih.
b. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prosthesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum femur
c. Pemberian antibiotic profilaksis selain imunisasi tetanus
d. Fiksasi yang koko pada fragmen patahan tulang
(Alimul Hidayat, 1997)
1.1.10 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang dapat beregenerasi, tidak seperti beberapa jaringan tubuh yang lain. Penyembuhan fraktur terjadi oleh pembentukan jaringan tulang yang baru bukan oleh pembentukan jaringan fibrosis yang tidak spesifik. Tulang Baru dibentuk oleh aktiviasi dari osteoklas dan osteoblas.
Berikut ini adalah fase dari penyembuhan tulang
Fase I (Pembentukan Hematom)
Dalam 72 jam hematom dibentuk di daerah fraktur. Tidak seperti hematom yang lain, hematom yang mengelilingi daerah fraktur tidak diabsorbsi selama penyembuhan. Hematom ini berubah dan berkembang menjadi jaringan granulasi.
Fase II (Proliferasi Sel)
Fase ini berlangsung 3 hari sampai 2 minggu. Di Ujung tulang dari periosteum, endosteum dan sumsum tulang menyuplai tulang, menyuplai sel-sel yang kemudian berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi fibro kartilag, hialinkartilago dan jaringan penyambung fibrosisis. Jaringan periosteum yang terkena trauma berfungsi sebagai stimulus untuk proliferasi fibroblast. Osteogenesis berkembang cepat lapisan dari periosteum meningkat menjauhi tulang. Setelah beberapa hari kombinasi dari peningkatan perioseteal dan jaringan granulasi membentuk collar/jembatan mengelilingi ujung dari setiap fragmen. Collar akhirnya berkembang menyatu membentuk jembatan antar tulang.
Fase III (Pembentukan Prokalus)
Terjadi 3 sampai 10 hari setelah trauma jaringan granulasi berubah dan terbentuk prokalus. Kartilago dan matrik tulang yang baru terbentuk ini melebur melalui jaringan lunak kalus dan bertambah jumlahnya sampai terbentuknya prokalus. Prokalus terdiri dari anyaman halus lebih besar diameternya dari tulang biasa. Prokalus melindungi fragmen tulang tetapi belum mempunyai kekuatan. Prokalus memperpanjang jarak sampai melebihi daerah fraktur dan sebagai penyambung sementara. Pada fraktur yang uncomplatied prakalus mencapai bentuk maksimal 14 — 21 hari setelah fraktur. Imobilisasi / posisi tulang sesuai body aligment sangat penting pada fase ini.
Fase IV (Osifikasi)
Kalus permanen yang kuat, akhirnya dibentuk dan menutup gap antara kedua. Osifikasi pertarna membentuk ekstemal halus (antara periosteum dan kortek), kemudian internal halus (medullary plug) dan akhimya intermediat halus (antara fragmen kortikal). Pada 3 sampai 10 minggu pada proses penyembuhan tulang kalus berubah menjadi tulang.
Fase V (Konsolidasi dan Temodeling)
Pada fase ini kelebihan tulang akan diabsorbsi oleh osteoklas
(Lukman and Sorensen's,1999)
1.2 Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Berisikan biodata klien yang berguna dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Berupa nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk, tanggal didata dan alamat
b. Riwayat Kesehatan Keperawatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien akan mengeluh nyeri pada otot persendian atau tulang, pembengkakan (oedem) dan kelainan bentuk (deforrnitas), nyeri pada saat digerakkan. Klien juga akan mengalami keterbatasan dalam pergerakan dan aktivitas yang diiringi dengan perasaan kesemutan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan adanya kekurangan kalsium, pekerjaan yang beresiko pada terjadinya fraktur, tanyakan pada klien apakah pemah mengalami fraktur sebelumnya, pernah dilakukan pemijatan dan di operasi. Selain itu apakah klien pernah mengalami gangguan pada tulang seperti Rheumatoid artritis, osteomylitis dan ca tulang
3. Riwayat kesehatan keluarga
Fraktur tidak ada hubungan dengan riwayat kesehatan keluarga, tetapi perlu ditanya apakah ada anggota keluarga klien yang mengalami gangguan pada tulang seperti Rheumatoid artritis, osteomylitis dan ca tulang.
c. Dasar Data Pengkajian Pasien
1) Aktivitas atau istirahat
Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon, terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
Takikardia (respons stres, hipovolemia)
Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera: pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
3) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/ sensai, spasme otot.Kebas/ kesemutan (parestesis)
Tanda : Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi):
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
6) Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : lingkungan cedera
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: femur 7,8 hari ; panggul/pelvis, 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila memerlukan perawatan di rumah sakit memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan/ perawatan rumah
d. Data psikologis
Perasaan tak berdaya (ansietas) atau cemas, takut, marah
e. Data sosial dan spiritual
Terkait hubungan dengan orang lain dan kegiatan keagamaan
f. Data sosial ekonomi
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat lapisan ekonomi
1.2.2 Kemungkinan Diagnosa yang Muncul
Ø Trauma berhubungan dengan factor resiko meliputi kehilangan integritas tulang (fraktur)
Ø Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, immobilisasi, stress, ansietas ditandai dengan keluhan nyeri, distraksi, wajah menunjukkan nyeri, perubahan tonus otot, perilaku berhati-hati dan fokus menyempit.
Ø Resiko tinggi disfungsi neuromaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, hipovolimea
Ø Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, perubahan membran alveolar, kapiler, edema paru
Ø Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri atau ketidaknyamanan, terapi restriktif (mobilisasi tungkai) ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan / kontrol otot.
Ø Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan cedera rusuk fraktur terbuka, bedah perbaihan (pemasangan traksi, pen, kawat sekrup, perubahan sensasi, sirkulasi, ditandai dengan nyeri, gangguan permukaan kulit, destruksi lapisan kulit / jaringan)
Ø Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak ada kuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invansif.
Ø Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan dengan informasi ditandai dengan tidak akurat mengikuti instruksi
Ø Resiko penurunan perkusi jaringan perifer b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel
(Marylin, E. Doengoes, 2000 : 764 - 775)
52 |
Setelah rencana keperawatan disusun, langkah selanjutnya adalah menerapkan dalam tindakan keperawatan yang nyata untuk mencapai hasil yang di harapkan.
1.2.5 Evaluasi
Merupakan bagian akhir dari proses keperawatan untuk menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai.
Anderson. Silvia (2000). Patofisiologi Klinis.Jakarta: EGC
Doengoes. E. Marilyin. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Engram, Barbara (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
( terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Hidayat, A (1997). Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculiapius
Silvia, Brinc (1995). Patofisiologi,WOC: Jakarta:EGC
Suddarth, Brunner (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, Jakarta : EGC
Syaifuddin, B.A.C (1997). Anatomi Fisiologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar