BAB I
CHEPALGIA
1.1. Konsep Dasar
1.1.1. Pengertian
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut. (Smeltzer & Bare, 2002)
Chefalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut. (Brunner & Suddart, 2002)
Chepalgia Kronik mengacu pada sakit kepala yang terjadi lebih dari 15 hari dalam sebulan - dalam beberapa kasus bahkan setiap hari - selama tiga bulan atau lebih. (Silberstein, 2005)
|
1.1.2. Klasifikasi
Klasifikasi sakit kepala yang paling baru dikeluarkan oleh Headache Classification Cimitte of the International Headache Society sebagai berikut:
1.1.2.1. Migren (dengan atau tanpa aura)
1.1.2.2. Sakit kepala tegang
1.1.2.3. Sakit kepala klaster dan hemikrania paroksismal.
1.1.2.4. Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
1.1.2.5. Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
1.1.2.6. Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
subarakhnoid).
1.1.2.7. Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis. Tumor otak).
1.1.2.8. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
1.1.2.9. Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
1.1.2.10. Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
1.1.2.11. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
1.1.2.12. Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)
1.1.3. Anatomi Fisiologi
Otak terdapat di rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen, otak merupakan jaringan yang paling banyak membutuhkan energy setiap hari.
Gambar 1.1 Gambar Anatomi Pusat Syaraf
Secara structural susunan saraf terbagi atas 2 macam :
1.1.3.1. Susunan saraf sentral
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar terdiri dari dua belahan yang disebut hemisfer yaitu : hemisfer kanan dan hemisfer kiri, permungkaan otak bertekuk-tekuk yang disebut bilus dan belah diantara dua lekukan tersebut disebut sulkus, setiap hemisfer serebri dibagian dalam lobus terdiri dari 4 lobus yaitu :
1) Lobus Frontalis
Mengontrol emosi, kepribadian, penilaian, penaksiran, dan tingkah laku yang dipelajari dari pengembangan fikiran.
2) Lobus Perietalis
Merupakan pusat sensori : area ini menerima input sensori mayor seperti rasa nyeri, suhu, sentuhan, dan fibrasi area yang berhubungan dengan sensori.
3) Lobus Temporalis
Menerima input dari indera perasa, pendengaran dan penciuman.
4) Lobus Oksipitalis
Merupakan pusat saraf penglihatan.
b. Batang otak
Terdiri dari :
1) Pons
Terletak diantara otak kecil dan diantara otak besar dengan medulla oblingata, pada pons ini terdapat serat-serat longitudinal yang menghubungkan medulla oblongata denganotak besar, pada pons ini terdapat saraf keanial V, VI, VII dan VIII.
2) Medulla Oblongata
Terletak dibawah pons dan diatas medulla spinalis dan medulla oblongata terdapat persilangan consticospinal (yang membawa ransangan motorik dari otak ke medulla spinalis). Pada medulla oblongata ini terdapat pusat respiratori dan pusat kardiovaskuler. Jadi fungsi batang otak yaitu penerima reflek dari susunan dsaraf pusat.
c. Otak kecil (Cerebelum)
Otak kecil terdapat di bagian belakang otak besar, permungkaan otak kecil juga tidak teratur, juga mempunyai lekuk diantara bagian, otak kecil juga terdiri dari hemisfer kiri dan kanan secara simetris.
Fungsi dari otak kecil adalah sebagai pusat pengaur keseimbangan tubuh dan tempat koordinasi kontraksi otot rangka.
1.1.3.2. Susunan saraf tepi (Perifer)
Susunan saraf tepi terdiri dari saraf cranial termasuk sensorik dan motorik serta ganglion, saraf motorik disarafi oleh beberapa percabangan saraf cranial 12 pasang saraf.
a. N. Olfactorius (Fungsi penciuman)
b. N. Optikus (Fungsi penglihatan)
c. N. Okulomotoris (Kelopak mata dan pergerakan mata)
d. N. Troklearis (pergerakan mata keatas dan kebawah)
e. N. Trigeminus (fungsi mengunyah)
f. N. Abdusen (gerakan mata kearah samping)
g. N. Fasialis (ekspresi muka dan wajah)
h. N. Vestibulokoklear (Pendengaran)
i. N. Glasofaringeal (Menelan)
j. N. Vagus (Menggerakkan pita suara)
k. N. Accesorius (rotasi kepala)
l. N. Hipoglosus (Pergerakan lidah)
( Syaifuddin, 1997 : 125 )
1.1.4. Etiologi
Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor risiko yang umum yaitu :
1.1.4.1. Penggunaan obat yang berlebihan.
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
1.1.4.2.Stres.
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
1.1.4.3.Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya sewaktu istirahat atau tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
1.1.4.4.Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala, termasuk hubungas seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
1.1.4.5.Kafein.
Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas ketika ditambahkan ke beberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
1.1.4.6.Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
1.1.4.7.Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol juga merupakan faktor risiko umum penyebab sakit kepala.
1.1.4.8.Penyakit atau infeksi
Seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.
(Smeltzer & Bare, 2002)
1.1.5. Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian-bagian diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa:
1.1.5.1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
1.1.5.2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
1.1.5.3. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
1.1.5.4. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis).
1.1.5.5. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
1.1.5.6. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus (sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis).
1.1.5.7. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada keadaan depresi dan stress.
(Sylvia G. Price, 1997)
1.1.6. WOC
Penggunaan obat yang berlebihan, stress, masalah tidur,
kegiatan berlebihan, kafein, rokok, alkohol penyakit atau infeksi
Terjadi peransangan bagian-bagian
wilayah kepala dan leher, berupa :
Infeksi selaput otak : meningitisensefalitis | Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada pendarahan subdural Kerusakan fungsi neuron | Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang entrakranial
| Vasodilatasi arteri intracranial akibat toksik CHEPALGIA | Gangguan pembuluh darah ekstra cranial Vasodilatasi | Gangguan terhdap otot-otot yang berhubungan dengan kepala | Penjalaran nyeri |
|
Hipoksemia Nyeri berat
Hipoglikemi
Hemiparise kiri/
hemiparise kanan
| |||
|
terhadap sisi kontraleral
shg kemungkinan terjatuh
kesisi berlawanan
|
1.1.7. Manifestasi Klinis
1.1.7.1. Migren
Migren adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu tertentu dan serangan sakit kepala berat yang terjadi berulang-ulang. Penyebab migren tidak diketahui jelas, tetapi ini dapat disebabkan oleh gangguan vaskuler primer yang biasanya banyak terjadi pada wanita dan mempunyai kecenderungan kuat dalam keluarga. Tanda dan gejala adanya migren pada serebral merupakan hasil dari derajat iskhemia kortikal yang bervariasi. Serangan dimulai dengan vasokonstriksi arteri kulit kepala dan pembuluh darah retina dan serebral. Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
o Fase aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
o Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
o Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
1.1.7.2. Cluster Headache
Cluster Headache adalah bentuk sakit kepala vaskuler lainnya yang sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang menguat dan menurun kekuatannya.
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.
1.1.7.3. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis, atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang menutupi kepala”.
Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat. Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan dan obat relaksan otot.
1.1.8. Pemerikasaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
1.1.8.1.Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan
Menjadi mudah dijangkau sebagai cara yang mudah dan aman
untuk menemukan abnormalitas pada susunan saraf pusat.
b. MRI Scan
Dengan tujuan mendeteksi kondisi patologi otak dan medula
spinalis dengan menggunakan tehnik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
c. Pungsi lumbal
Dengan mengambil cairan serebrospinalis untuk pemeriksaan. Hal ini tidak dilakukan bila diketahui terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan tumor otak, karena penurunan tekanan yang mendadak akibat pengambilan CSF.
1.1.8.2.Pemeriksaan labor
a. Gula darah pada penderita chepalgia biasanya meningkat
b. Hematokrit dan hemoglobin pada penderita chepalgia menurun
c. Hitung leukosit biasanya meningkat
d. Kolesterol pada penderita chepalgia biasanya meningkat
e. Ureum pada penderita chepalgia biasanya meningkat
d. Kretinin biasanya menurun
e. Trombosit pada chepalgia biasanya menurun
f. Urine
1.1.9. Penatalaksanaan
1.1.9.3. Penatalaksanaan keperawatan
a. Teliti keluhan intensitas dan karakteristik nyeri,mis : (berat, berdenyut, lokasinya, lamanya)
b. Kontrol tekanan tanda-tanda vital
c. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, mis: ekspresi wajah, gelisah.
d. Kontrol skala nyeri
e. Berikan kompres hangat dan masase daerah kepala/leher apabila klien dapat mentoleransi sentuhan.
f. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri
g. Kontrol keseimbangan cairan elektrolit mencakup pemberian nutrisi dan perhitungan input dan output cairan yang adekuat, termasuk dalam hal ini pengawasan BAK dan BAB.
1.1.9.4. Penatalaksanaan medic
a. Menjaga kesimbangan cairan dan elektrolit
b. Memberikan obat analgetik nyeri :
1). Aspirin
2.) Asetaminofen
3). Ibuprofen
c. Memberikan obat profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit kepala :
1). Tizanidine
2). Fluoxetine
3). Amitriptyline
4). topiramate
1.1.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
1.1.9.1. Cidera serebrovaskuler / Stroke
1.1.9.2. Infeksi intrakranial
1.1.9.3. Trauma kranioserebral
1.1.9.4. Cemas
1.1.9.5. Gangguan tidur
1.1.9.6. Depresi
1.1.9.7. Masalah fisik dan psikologis lainnya.
1.2. Asuhan Keperawatan Teoritis
1.2.1. Pengkajian
1.2.1.1.Identitas Klien
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, jenis kelamin, status perkawinan, no MR, penanggung jawab.
Keluhan utama
Klien merasa sakit kepala hebat, kesadaran menurun.
1.2.1.2.Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien merasakan nyeri kepala yang hebat yang terjad berulang-ulang, gangguan penglihatan, sedikit lemah pada ekstremitasm dan pusing.
b. Riwayat kesehatan dahulu.
Biasanya klien mempunyai riwayat hipertensi, depresi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada keluarga yang mengalami penyakit ini dan hipertensi.
1.2.1.3.Pemeriksaan GCS
1). Membuka mata
Membuka spontan : 4
Terhadap suara : 3
Terhadap nyeri : 2
Tidak ada respon : 1
2). Respon verbal
Orientasi : 5
Bingung : 4
Kata tidak tepat : 3
Suara tidak jelas : 2
Tidak ada respon : 1
3). Respon motorik
Menuruti perintah : 6
Menunjukkan nyeri : 5
Hindari nyeri : 4
Fleksi : 3
Ekstensi : 2
Tidak ada respon : 1
1.2.1.4.Skala nyeri
Kaji derajat nyeri dari 1 sampai 10
1.2.1.5.Kekuatan otot
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali
1 : Terdapat sedikit kontraksi
2 : Terdapat gerakan tanpa perlawanan
3 : Bergerak melawan gravitasi tapi tidak bias melawan penahan
4 : Bergerak dengan kelemahan terhadap tahanan sedang
5 : Bergerak melawan gaya gravitasi dengan penahan penuh
1.2.1.6. Data psikologis
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya karena merasa cemas.
1.2.1.7. Aktifitas sehari-hari
a. Istirahat
Gejala : letih, lelah, ketegangan mata, lemah, sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, kerja, atau karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi.
Tanda : hipertensi, denyutan vaskuler, missal : daerah temporal, pucat, wajah tampak kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala : factor-faktor stress emosional, perasaan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidak berdayaan, depresi.
Tanda : kekuatiran, ansietas, peka ransang selama sakit kepala.
d. Nutrisi
Gejala : makan makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya, missalnya : kafein, coklat, alcohol, anggur, daging, MSG, makanan berlemak. Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan.
e. Neurosensori
Gejala : pening, disorientasi (selama sakit kepala), tidak mampu berkonsentrasi, stroke, trauma, infeksi intracranial. Aura : visual, alfaktorius, tinnitus, perubahan visual, sensitive terhadap cahaya.
Tanda : perubahan dalam pola bicar/proses piker, nudah terangsang, peka terhadap stimulus, penurunan reflex tendon dalam.
f. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : mungkin dimulai dari pada sekeliling mata atau menyebar kedua mata, tiba-tiba, tidak berdenyut, wajah kemerahan, hidung tersumbat, mungkin menjalar kedaerah leher.
Tanda : nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, gelisah, otot-otot daerah leher menegang, menangis.
g. Keamanan
Gejala : riwayat alergi/reaksi alergi.
Tanda : demam, gangguan berjalan.
1.2.2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul :
1. Nyeri kronik b.d stress dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intrakranial.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromaskuler : kelemahan, paralisis spatis d/d ketidakmampuan bergerak kerusakan koordinasi : keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/control otot.
3. Devisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, kehilangan control/koordinasi otot.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
5. Koping individual tak efektif b.d situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adequat, kelebihan beban kerja, ketidakadequatan relaksasi, metode koping tidak adequat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
6. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah obstruksi, hemoragi : vasspasme serebral, edema serebral, d/d perubahan tingkat keasadaran, perubahan dalam respon motorik atau sensori : gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi, perubahan tanda-tanda vital.
(Marylin E. Doengoes, 2002)
1.2.3. Intervensi
No. DX | Diagnosa | Tujuan / Kriteria Hasil | Intervensi | Rasional |
1 | Nyeri kronik b.d stess dan ketegangan, iritasi/tekanan saraf, vasospasme, peningkatan tekanan intrakranial | Nyeri hilang, dengan kriteria : - Tanda vital normal - Ekpresi wajah rileks - Dapat beristirahat - Keluhan nyeri hilang / terkontrolnya rasa sakit | 1. Pastikan durasi masalah, siapa yang telah dikonsulkan, dan obat atau terapi apa yang telah digunakan 2. Teliti keluhan nyeri, catat itensitasnya (dengan skala 0-10), karakteristiknya (misal : berat, berdenyut, konstan) lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan. 3. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas misalnya otak/meningeal/infeksi sinus, trauma servikal, hipertensi, atau trauma 4. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, misalnya : ekspresi wajah, gelisah 5. Kaji/hubungkan factor/emosi dari keadaan orang 6. Evaluasi perilaku nyeri 7. Kaji derajat pengambilan langkah yang keliru secara pribadi dari pasien, seperti mengisolasi diri. 8. Diskusikan dinamika fisiologis dari ketegangan/ansietas dengan pasien/orng terdekat 9. Intruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri tiba 10. Anjurkan untuk istirahat pada ruangan yang tenang 11. Berikan kompres dingin pada kepala 12. Berikan kompres hangat dan masase daerah kepala/leher apabila klien dapat mentoleransi sentuhan | 1. Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai. Membantu mengidentifikasi yang kemungkinan terlupakan tidak dicoba atau gagal dalam membantu masalah masa lalu 2. Nyeri merupakan keluhan subjektif dan harus dijelaskan klien g untuk mengetahui derajat, karakteristik dan lokasi nyeri 3. Pemahaman terhadap keadaan penyakit yang mendasarinya membantu dalam pemilihan intervensi yang sesuai 4. Merupakan indicator atau derajat tidak langsung yang dialami klien 5. Factor yang berpengaruh terhadap keberadaan/persepsi nyeri tersebut 6. Dapat diperberat karena persepsi pasien nyeri tidak dipercaya atau karena pasien pasien mempercayai orang terdekat/ pemberi asuhan mengabaikan nyeri. 7. Pasien dapat menarik diri dari keterlibatannya dengan oaring lain/kegiatan tertentu sebagai akibat dari nyeri tersebut 8. Pengetahuan tentang bagaiman factor-faktor ini mempengaruhi sakit kepala dapat membantu dalam mengatasinya 9. Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat menurunkan beratnya serangan 10. Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi sakit kepala 11. Meningkatkan sara nyaman dengan menurunkan vasoliditasi 12. Meningkatkan rasa nyaman, menghilangkan ketegangan, dan meningkatkan relaksasi otot |
2 | Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromaskuler : kelemahan, paralisis spatis d/d ketidakmampuan bergerak kerusakan koordinasi : keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/control otot. | Mobilitas fisik membaik, dengan kriteria : - Mempertahankan posisi optimal yang berhubungan dengan adanya kontraktur - Mempertahankan kekuatan fungsi tubuh - Mendemonstrasikan teknik perilaku melakukan aktifitas | 1. Kaji kemampuan fungsional, luas gangguan sejak awal klasifikasi 0-4 2. Ubah posisi setiap 2 jam 3. Lakukan rentang gerak aktif atau pasif 4. Tinggikan kepala dan tangan 5. Anjurkan klien untuk membantu pergerakan ekstremitas yang sehat | 1. Mengidentifikasi kekuatan yang dapat memberikan informasi terhadap usaha perkembangan 2. Menurunkan resiko iskemik jaringan dan mencegah dekubitus 3. Meminimalkan atropi otot mencegah kontraktur 4. Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah odema 5. Memberikan respon yang baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif |
3 | Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, kehilangan control/koordinasi otot. | Perawatan diri terpenuhi, dengan criteria : - Klien tampak rapi - Klien tidak berbau | 1. Kaji kemampuan dan kekuatan otot untuk kebutuhan sehari-hari 2. Hindari bantuan aktifitas dimana klien dapat melakukannya, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan 3. Bantu klien untuk perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, dan cuci mulut 4. Berikan umpan balik yang positif untuk semua usaha yang dilakukan dan keberhasilan 5. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan menggunakan urinal, bedpan 6. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi | 1. Untuk mengklasifikasi atau merencanakan pertolongan atau bantuan kebutuhan pasien 2. Untuk mencegah rasa takut dan terganggu serta mempercepat masa pemulihan. Adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga 3. Menjaga kebersihan klien 4. Meningkatkan perasaan dan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong klien untuk berusaha secara continu 5. Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut. 6. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus |
4 | Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit | Rasa cemas hilang, dengan criteria : - Klien dan keluarga mengetahui informasi tentang penyakit | 1. Kaji kemampuan klien atau keluarga tentang sejauh mana pengetahuannya tentang penyakit 2. Berikan penyuluhan mengenai informasi tentang penyakit yang diderita klien 3. Kaji kembali pengetahuan klien atau keluarga tentang penyakit setelah diberikan penyuluhan 4. Tanyakan apakah klien atau keluarga sudah tidak merasa cemas lagi | 1. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien atau keluarga tentang penyakit 2. Agar klien atau keluarga mengetahui informasi tentang penyakit 3. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien atau keluarga ttg penyakit setelah diberikan penyuluhan 4. Mengidentifikasi apakah rasa cemas klien atau keluarga sudah teratasi atau belum |
5 | Koping individual tak efektif berhubungan dengan situasi krisis, kerentanan personal, sistem pendukung tidak adekuat, kelebihan beban kerja, ketidakadekuatan relaksasi, metode koping tidak adekuat, nyeri berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri | Koping individual menjadi efektif, Dengan kriteria : - Mengidentifikasi perilaku koping yang tak efektif dan akibatnya. - Mengkaji sutuasi saat ini dengan akurat. - Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki. | 1. Diskusikan mengenai metode koping, seperti pemakaian alkohol, kebiasaan merokok, pola makan, stratergi relaksasi. 2. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajrkan 3. Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh 4. Sarankan pasien untuk mengekspresikan perasaannya dan diskusikan mengenai bagaiman sakit kepala itu mengganggu kerja dan kesenangan dari hidup ini. 5. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penanganan dan hasil yang diharapkan | 1. Tingkah laku mal adaptif mungkin digunakan untuk mengatasi nyeri yang menetap atau mungkin berperan dalam berlanjutnya nyeri tersebut. 2. Menemukan kebutuhan psikologis yang akan meningkatkan harga diri dan meningkatkan kesempatan untuk belajar cara-cara baru dalam mengatasi keadaan 3. Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai seseorang yang mengalami sakit kepala dan mulai melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak mengalami sakit kepala 4. Pasien mampu mengenali perasaannya yang berhubungan dengan nyeri yang terjadi. Pasien mungkin frustasi dengan kejadian sakit kepala /penanganan dan pengaturan yang perlu dibuat dalam gaya hidupnya 5. Pemahaman terhadap informasi ini dapat membantu pasien dalam menemukan pilihan, belajar mengatasi msalh dan mendapatkan satu sensasi dari pengendalian atas keadaan yang meningkatkan harga diri. |
6 | Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah obstruksi, hemoragi : vasspasme serebral, edema serebral. | Perfusi jaringan otak kembali normal. Dengan kriteria : - Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif snsorik/motorik membaik. - Mendemonstrasikan TTV stabil dan tidak ada peningkatan TIK. - Tidak terjadi kekambuhan deficit. | 1. Tentukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan, penyebab khusus selama penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK 2. Monitor status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar 3. Monitor Vital sign seperti adanya hipertensi/hipotensi, frekuensi dan irama jantung, catat pola dan irama pernafasan 4. Tindakan aliran vena dari kepala dengan mempertahankan bagian kepala tempat tidur tetap tinggi tanpa fleksi leher atau rotasi kepala yang berlebihan 5. Cegah konstifasi | 1. Dengan mengkaji dapat mepengaruhi penetapan intervenasi, dapat melakukan pemantauan terhadap TIK 2. Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan. 3. Dengan memonitor segala penyimpangan dapat terdeteksi secara dini . 4. Dengan mempertahankan kepala tempat tidur tetap tinggi, diharapkan tidak terjadi peningkatan TIK 5. Dengan mempetahankan kepala tempat tidur tetap tinggi diharapkan tidak terjadi peningkatan TIK |
1.2.4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun selanjutnya ditetapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan diberikan kepada pasien chepalgia berdasarkan prioritas yang muncul dengan cara mengatasi masalah yang mendeteksi terjadinya komplan.
1.2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil dari keperawatan yang telah ditentukan, dengan mengadakan penilaian baik terhadap proses maupun terhadap hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar