Mengenai Saya

Foto saya
sumaterabarat, Indonesia
Perawat diruangan Neurologi rumah sakit stroke nasional bukittinggi dan sebagai dosen tetap di salah satu Prodi Keperawatan di salah satu Stikes di bukittinggi

Kamis, 27 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Amputasi

AMPUTASI

Pengertian Amputasi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1.      Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2.      Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3.      Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4.      Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5.      Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6.      Deformitas organ.

Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1.      amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2.      amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3.      amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1.      amputasi terbuka
2.       amputasi tertutup.
 Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Manajemen Keperawatan

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a.      Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.


Pengkajian Riwayat Kesehatan

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi  :
SISTEM TUBUH
KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi
Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari
Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit
Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis
Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal
Mengkaji kemampuan otot kontralateral.



Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.

Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.



Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
  1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
-          Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
-          Menyatakan kurang pemahaman.
-          Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
-          Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
-          Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI
RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien.
Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

  1. Berduka yang  antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
-          Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
-          Takut kecacatan.
-          Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
-          mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
-          Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI
RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.

Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.
Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.






Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain :
þ Mengatasi nyeri
-     Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
-     Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
-     Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
þ Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
-     Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur.
-     Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
-     Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
þ Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
-       Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
-       Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu  ( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
-       Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
-       Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.

b.      Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c.       Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
  1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
-          Menyatakan nyeri.
-          Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
-          Menyatakan nyeri hilang.
-          Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI
RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb



Beri analgesik ( kolaboratif ).

Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan.
Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.

Untuk menghilangkan nyeri

Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb

  1. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
-          Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
-          Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
-          Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
-          Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
-          Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI
RASIONAL
Validasi masalah yang dialami klien.

Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung :
-          Perawatan luka.
-          Mandi.
-          Menggunakan pakaian.

Berikan dukungan moral.

Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Meninjau perkembangan klien.

Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.





Meningkatkan status mental klien.

Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

  1. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
-          Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI
RASIONAL

Infeksi

Lakukan perawatan luka adekuat.

Mencegah terjadinya infeksi.

Perdarahan

Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.

- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.

- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
-           

Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik


Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak

Monitor pernafasan.


Persiapkan oksigen



Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu

Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin


Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
þ Melakukan perawatan luka postoperasi
-     Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
-     Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
þ Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
-     Memberi dukungan psikologis.
-     Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
þ Mencegah kontraktur
-     Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
-     Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
þ Aktivitas perawatan diri
-     Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
-     Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
-     Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
-     Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
-     Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.


Kesimpulan

Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)

REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.

Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.

Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.

Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA
TRAUMA THORAX (PENUMOTHORAX/HEMATOTORAX)
 DENGAN PEMASANGAN BULLOW DRAINAGE

I. KONSEP DASAR
A.    Pengertian
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

B.     Anatomi
1.      Anatomi Rongga Thoraks
                  Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi  oleh :
        - Depan         : Sternum dan tulang iga.
        - Belakang     : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
        - Samping      : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
        - Bawah        : Diafragma
   - Atas           : Dasar leher.
Isi :
ò     Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
ò     Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

Gambar Rongga Thoraks :



 

Jantung                                                                        Sternum
& perikardium                                                                                            Saraf frenikus
                                                                                                                Vena Kava Superior
Trakea                        Left                          Right                                       Oesophagus
                             Lung                       lung                                       Saraf vagus

Aorta                                                                                      Vertebra
Sal. Torasika

Patofisiologi
Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai                      Terjadi robekan Pemb. Darah intercostal,
rongga pleura, udara bisa                                  pemb.darah jaringan paru-paru.
masuk (pneumothorax)


 

                                                                                Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura             (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar
Maka udara luar akan terhisap masuk          diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
ke rongga pleura (sucking wound)
                                                                                                tahanan perifer pembuluh paru naik
                                                                                                (aliran darah turun)
- Open penumothorax
- Close pneumotoraks                                                        = ringan kurang 300 cc ® di punksi
- Tension pneumotoraks                                                    = sedang 300 - 800 cc ® di pasang drain
                                                                                                = berat lebih 800 cc ® torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus
                                                                                                Tek. Pleura meningkat terus
                                                                                                mendesak paru-paru
                                                                                                (kompresi dan dekompresi)

                                                                                                pertukaran gas berkurang
- sesak napas yang progresif                             = sesak napas yang progresif
  (sukar bernapas/bernapas berat)         = nyeri bernapas / pernafsan asimetris/adanya jejas atau trauma
- nyeri bernapas                                                   = pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- bising napas berkurang/hilang                        = bising napas tak terdengar
- bunyi napas sonor/hipersonor                        = nadi cepat/lemah
- poto toraks gambaran udara lebih ¼                anemis / pucat
dari rongga torak                                                 = poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan






 

WSD/Bullow Drainage


-          terdapat luka pada WSD                          - Kerusakan integritas kulit
-          nyeri pada luka bila untuk                       - Resiko terhadap infeksi
 bergerak.                                                       - Perubahan kenyamanan : Nyeri
 perawatan WSD harus di                          - Ketidak efektifan pola pernapasan
 perhatikan.                                                   - Gangguan mobilitas fisik
-          Inefektif bersihan jalan napas                - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan
                                                                                 Pergeseran mediatinum

C.    Pemeriksaan Penunjang :
a.       Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b.      Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

D.    Penatalaksanaan
1.      Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.      Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.       Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

2.      Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.    Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.    Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.     Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
-            Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
-            Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d.    Mendorong berkembangnya paru-paru.
ò     Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
ò     Latihan napas dalam.
ò     Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
ò     Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e.     Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f.     Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
ò        Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
ò        Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g.    Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1)   Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2)   Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3)   Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4)   Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5)   Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6)   Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h.    Dinyatakan berhasil, bila :
a.       Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.      Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.       Tidak ada pus dari selang WSD.

3.      Pemeriksaan penunjang
a.       X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b.      Diagnosis fisik :
Ø  Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
Ø  Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Ø  Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
Ø  Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

4.      Terapi :
a.       Antibiotika..
b.      Analgetika.
c.       Expectorant.

E.     Komplikasi
1.      tension penumototrax
2.      penumotoraks bilateral
3.      emfiema

II. KONSEP KEPERAWATAN

A.                Pengkajian :

Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1.      Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.      Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3.      Pengobatan terakhir.
4.      Pengalaman pembedahan.
5.      Riwayat penyakit dahulu.
6.      Riwayat penyakit sekarang.
7.      Dan Keluhan.

B.                 Pemeriksaan Fisik :

1.      Sistem Pernapasan :
ò         Sesak napas
ò         Nyeri, batuk-batuk.
ò         Terdapat retraksi klavikula/dada.
ò         Pengambangan paru tidak simetris.
ò         Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
ò         Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
ò         Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
ò         Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
ò         Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
ò         Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2.      Sistem Kardiovaskuler :
ò        Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
ò        Takhikardia, lemah
ò        Pucat, Hb turun /normal.
ò        Hipotensi.

3.      Sistem Persyarafan :
ò           Tidak ada kelainan.

4.      Sistem Perkemihan.
ò           Tidak ada kelainan.

  1. Sistem Pencernaan :
ò           Tidak ada kelainan.

  1. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
ò         Kemampuan sendi terbatas.
ò         Ada luka bekas tusukan benda tajam.
ò         Terdapat kelemahan.
ò         Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

  1. Sistem Endokrine :
ò         Terjadi peningkatan metabolisme.
ò         Kelemahan.

  1. Sistem Sosial / Interaksi.
ò         Tidak ada hambatan.

  1. Spiritual :
ò         Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10.          Pemeriksaan Diagnostik :
ò         Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
ò         Pa Co2 kadang-kadang menurun.
ò         Pa O2 normal / menurun.
ò         Saturasi O2 menurun (biasanya).
ò         Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
ò         Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,



Diagnosa Keperawatan :
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5.      Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7.      Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

F.     Intevensi Keperawatan :
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
ò        Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
ò        Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
ò        Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :
a.       Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b.      Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c.       Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e.       Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f.       Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1)      Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2)      Periksa batas  cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3)      Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4)      Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5)      Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1)      Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
ò        Pemberian antibiotika.
ò        Pemberian analgetika.
ò        Fisioterapi dada.
ò        Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan :  Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :
ò        Menunjukkan batuk yang efektif.
ò        Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò        Klien nyaman.

Intervensi :
a.       Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1)      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2)      Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3)      Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4)      Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c.       Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/  Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e.       Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f.       Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
ò        Pemberian expectoran.
ò        Pemberian antibiotika.
ò        Fisioterapi dada.
ò        Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
      
3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan  dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
ò        Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
ò        Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò        Pasien tidak gelisah.

Intervensi :
a.       Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1)      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2)      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b.      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c.       Tingkatkan pengetahuan  tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.      Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e.       Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,  30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

DAFTAR  PUSTAKA



Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.