Mengenai Saya

Foto saya
sumaterabarat, Indonesia
Perawat diruangan Neurologi rumah sakit stroke nasional bukittinggi dan sebagai dosen tetap di salah satu Prodi Keperawatan di salah satu Stikes di bukittinggi

Rabu, 26 Januari 2011

Asuhan keperawatan klien dengan Demam Typoid

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

1.1.   Konsep Dasar
1.1.1.        Defenisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003)
Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan C.Penularan terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.(Mansjoer Arief,2000)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

1.1.2.        Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan),ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor(usus besar), rectum dan anus. Pada kasus typoid, salmonella typi berkembang biak diusus halus.
Usus Halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjangnya lebih kurang 6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : Lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam ), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
1
 
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya lebih kurang 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lender yang membukit yang disebut dengan papilla vateri. PAda papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar. Kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang lebih kurang 6 meter. Dua per lima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang lebih kurang  23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileosseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valuva seikalis atau valuva baukhim yang berfungsi  untuk mencegah cairan dalam asendens tdak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam – macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Di dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak leukosit. Disana – disini terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar.

1.1.3.        Etiologi
1.1.3.1.  96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a.       Antigen O (somatic terdiri dari zat kompleklipolisakarida)
b.       Antigen (flagella)
c.       Antigen VI dan protein membrane hialin
1.1.3.2.  Salmonella paratyphi A
1.1.3.3.  Salmonella paratyphi B
1.1.3.4.  Salmonella  paratyphi C
1.1.3.5.  Feces dan urin  yang terkontaminasi dari penderita typus  (Rahmad Juwono,2002)
1.1.4.        Manifestasi Klinis
Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai  30 hari jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat.
Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1.1.4.1.  Demam
Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
1.1.4.2.  Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi  akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
1.1.4.3.  Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam  kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. .(Ilmu Kesehatan Anak,jilid 2,2003




1.1.5.        Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feces.
Feces dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantaraan lalat, dimana lalat akan hinggap pada makanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi akan masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak,lalu masuk ke dalam aliran darah dan mencapai sel – sel retikuloendotelial. Sel – sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limfa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka dengan dan gejala toksemia pada typoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endoktoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan meradang. (FKUI, 2003. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2, Jakarta.)










1.1.6.        W.O.C (Web Of Caution)
Salmonella Typhi                     Salmonella Paratyphi A           Salmonella Paratyphi B           Salmonella Paratyphi C

Saluran pencernaan

Diserap Usus Halus

      Endotoksin                     Bakteri Memasuki aliran darah sistemik


 

         Demam
                                    Kelenjar Limfoid               Hati                                        Otak
MK:Peningkatan suhu tubuh b/d infeksi Salmonella Typhi
 
                                     Usus Halus                  Limfa
Lllllllllllllllllllllllllllll    
                                     Tukak pd mukosa     Hepatomegali                                   Penurunan
                                     Usus halus                 Splenomegali                                  Kesadaran              


MK: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
 
 

MK: Perubahan Persepsi Sensori
 
                                                Anoreksia                       Nyeri                                
                                       Mual
MK: Ggn Rasa Nyaman: Nyeri
 
  Muntah      






MK: Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
 



 


MK: Defisit Perawatan Diri
 
                                  Tirah Baring


 

Mk: Gangguan Mobilisasi Fisik
 
                  


(FKUI, 2003. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2, Jakarta.)





1.1.7.         Pemeriksaan Laboratorium
1.1.7.1.  Pemeriksaan Leukosit
Menurut buku – buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis relative, tetapi kenyataan leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis. Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosis demam typoid.
1.1.7.2.  Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. KEnaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
1.1.7.3.  Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif menyingkirkan demam typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain :
a.       Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain, malahan hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan, karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan. Pada anak – anak 2 – 5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan biasa negative,terutama pada orang yang sudah mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia berlangsung.
b.       Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit
               Pada demam typoid biakan darah terhadap S.Typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang  pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi.
c.       Vaksinasi dimasa lampau
               Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia.
d.       Pengobatan dengan antimikroba
               Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba, pertumbuhan kuma dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negative.
1.1.7.4.  Uji Widal
                  Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid.
                  Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan adanya agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat anti bodi (aglutini),yaitu:
a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).
c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman)
                  Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari.
                  Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+). - Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.

1.1.8.        Diagnosis
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan negative tidak menyingkirkan demam typoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam typoid. Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2 samapi 3 minggu memastikan diagnosis demam typoid. Reaksi widal dengan titer antibodi O  1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam typoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.

1.1.9.        Komplikasi
Komplikasi demam typoid terbagi atas dua, yaitu :
1.1.9.1.  Komplikasi Intestinal
Pendarahan usus,perforasi usus.
1.1.9.2.  Komplikasi Ekstra Intestinal
Typoid encepalogi, meningitis pneumonia,endocarditis

1.1.10.    Penatalaksanaan
1.1.10.1 Medis
            a. Anti Biotik (Membunuh Kuman)
1)                               Klorampenicol
2)                               Amoxicilin
3)                               Kotrimoxasol
4)                               Ceftriaxon
5)                               Cefixim
b. Antipiretik(Menurunkan panas)
1)       Paracetamol
1.1.10.2. Perawatan
1)       Isolasi, observasi dan pengobatan
2)       Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
3)       Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
4)       Pasien dengan kesadrannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah poada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipopastatik dan dekubitus.
5)       Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.
1.1.10.3. Diet
1)             Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2)             Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3)             Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
4)             Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.

1.1.11.    Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan.Angka kematian pada anak-anak 2.6 % dan pada orang dewasa 7.4%

1.2.   Asuhan Keperawatan Teoritis
1.2.1.        Pengkajian
1.2.1.1.  Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no register, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan penanggung jawab.
1.2.1.2.  Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung, nafsu makan menurun, diare/konstipasi, nyeri kepala.
1.2.1.3.  Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
    Pada umumnya penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
    Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau pernah menderita penyakit lainnya?
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Apakah dalam keluarga ada yang pernah menderita penyakit demam typoid atau penyakit keturunan?
1.2.1.4.  Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum                   : Biasanya badan lemah
b. TTV                                    : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi
c. Kesadaran                           : Dapat mengalami penurunan kesadaran.
d.             Pemeriksaan Head To toe
1)       Kepala
            Keadaan kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata dengan warna warna hitam, tipis, tidak ada nyeri tekan.
2)       Mata
                                   Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan, sclera tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik. 
3)       Telinga
            Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan.
4)       Hidung
            Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada epistaksis.
5)       Mulut dan gigi
            Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahan dan tampak kering.
6)       Leher
            Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan.
7)       Dada
            Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak ada batuk.
8)       Abdomen
            Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri tekan,bising usus 12x /menit,terdapat pembesaran hati dan limfa  
9)       Ekstremitas
            Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan kanan,atas dan bawah,tidak terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat

1.2.1.5.  Data Psikologis
            Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan depresi.
1.2.1.6.  Pemeriksaan Penunjang
a.       Darah
      Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis typoid
b. SGOT, SGPT
      SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Uji Widal
                          Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada kenaikan titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala khas.
1.2.2.        Diagnosa Keperawatan
a.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi.
b.       Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit  kurang dari kebutuhan berhubungan dengan out put yang berlebihan.
d.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
e.       Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
      (Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. )
1.2.3.        Intervensi Keperawatan           
No
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
1
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi
Tujuan          : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil :  - Suhu turun 360 – 370 C
-    Nadi, RR dalam batas normal
-     Klien mengatakan badan tidak panas lagi .
Rencana Tindakan
1. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia
       R/ Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
2.       Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan suhu tubuh.
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul
3.       Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat .
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
4.         Batasi pengunjung
        R/ Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
5.         Observasi TTV tiap 4 jam sekali
          R/ Tanda- tanda vital merupakn acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
6.         Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam
        R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
7.         Berikan kompres hangat
R/         R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
K   8.   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik
R/       R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
2
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan             : Nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil   : - Nafsu makan meningkat
-    Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
-    BB dalam batas normal
Rencana Tindakan
1.       Kaji nutrisi pasien
      R/ mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
2.       Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi makan meningkat.
3.       Timbang berat badan klien setiap 2 hari
         R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
4.       Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
       R/untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
5.       Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
      R/ Untuk menghindari mual dan muntah
6.       Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap hari
     R/ Dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa nyaman di mulut
7.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian nutrisi parenteral
       R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral  dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3



















Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan out put yang berlebihan
Tujuan     : tidak terjadi gangguan keseimbangan   cairan
Kriteria Hasil : - Turgor kulit baik
-    Wajah tidak tampak pucat
Rencana Tindakan
1.       Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
        R/ untuk mempermudah pemberian cairan  (minum) pada pasien.
2.       Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
      R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
3.       Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam
            R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4.       Observasi kelancaran tetesan infuse
      R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema
5.       Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral)
       R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang     tidak terpenuhi  (secara parenteral)

4

Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total

Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan keluarga
Kriteria Hasil : - Personal hygiene klien terpenuhi
-    Klien tampak bersih
Rencana Tindakan
1.       Kaji tingkat personal hygiene klien
       R/ Mengetahui tindakan personal hygiene yang akan dilakukan.
2.       Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri seperti: mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku
      R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan personall hygiene klien.
3.       Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas secara bertahap.
       R/ Terwujudnya perawatan diri secara bertahap secara mandiri.
5
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan     : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara optimal.
Kriteria Hasil     : Dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh
Rencana Tindakan
1.       Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan minum)
       R/ Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
2.       Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri).
       R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
3.       Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
             R/ Untuk mempermudah pasien dalam  melakukan aktivitas
4.       Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
        R/ Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
                                               
1.2.4.        Implementasi
Setelah semua rencana  tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain, tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara berkesinambungan.

1.2.5.        Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Jika belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencanatindakan.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar